Faktor dan Dampak Mobilitas Penduduk
Fenomena mobilitas penduduk yang
diperkirakan akan meningkat dalam era otonomi daerah ini dan diperkirakan akan
menuju pada daerah - daerah tertentu. Di samping jumlah penduduk yang besar,
karakteristik penduduk Indonesia yang kurang menguntungkan adalah persebarannya
yang tidak merata. Sekitar 60% penduduk Indonesia berada di Pulau Jawa dan
Madura yang luasnya hanya 6,9% dari luas daratan Indonesia. Ketimpangan
persebaran penduduk di Indonesia sangat menghambat proses maupun program untuk
merangsang dan mengarahkan migrasi swakarsa) menjadi salah satu faktor yang
dapat mempercepat pembangunan. Redistribusi penduduk ini mempunyai nilai yang
sangat penting dari berbagai segi. Dari segi ekonomi, redistribusi
penduduk berarti menyediakan tenaga
kerja serta keterampilan baik untuk perluasan produksi di daerah-daerah maupun
pembukaan lapangan kerja baru.
Mobilitas penduduk di suatu
wilayah terjadi karena adanya faktor yang mendorong dan menarik dalam suatu
wilayah (push-pull factors). Kondisi sosial ekonomi di daerah asal yang tidak
memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan (needs) seseorang menyebabkan orang tersebut
ingin pergi ke daerah lain yang dapat memenuhi kebutuhannya. Terdapat empat
kelompok faktor yang mempengaruhi orang mengambil keputusan untuk bermigrasi
dan proses migrasi, yaitu:
- Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal,
- Faktor – faktor yang terdapat di daerah tujuan,
- Penghalang antara,
- Faktor – faktor pribadi
Terdapat pandangan yang
menyatakan bahwa mobilitas atau migrasi pekerja dapat mendorong pembangunan,
tetapi juga terdapat pandangan bahwa migrasi pekerja ini dapat mengganggu
proses pembangunan. Pandangan negatif menyatakan bahwa migrasi keluar golongan angkatan kerja potensial
berusia muda dan berpendidikan dari pedesaan atau suatu daerah ke kota atau ke
daerah lain, cenderung membawa dampak negatif bagi daerah yang ditinggalkan.
Oleh karenanya, migrasi diduga dapat mengganggu dan memperlambat proses pembangunan
wilayah. Brain drain tidak hanya memunculkan masalah langkanya angkatan kerja
penggerak pembangunan, tetapi juga dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi daerah.
Di daerah tujuan (kota), mobilitas pekerja tidak hanya mempersulit penataan
kota, tetapi juga memunculkan kelebihan angkatan kerja yang memunculkan masalah pengangguran di kota. Pandangan
positif menyatakan bahwa mobilitas atau migrasi pekerja di negara-negara sedang
berkembang merupakan salah satu strategi yang tersedia bagi rumah tangga pedesaan/miskin,
untuk meraih dan menikmati pembangunan
yang cenderung menumpuk di kota/daerah yang lebih maju. Dengan mengalokasikan
sumberdaya manusia yang ada, rumah tangga pedesaan/miskin berusaha memanfaatkan
kesempatan yang ada di luar daerahnya. Hasil kerja di luar daerah kemudian
dikirimkan dan dimanfaatkan di daerah asalnya. Kiriman (remittances) dari para
migran pekerja mempunyai dampak positif bagi rumah tangga pedesaan/miskin dan
ekonomi pedesaan/daerah yang kurang berkembang. ( Effendi,1993)
Transmigrasi Sebagai Solusi Masalah Mobilisasi Masyarakat Desa ke Kota
Dalam perjalanan panjang
pelaksanaan transmigrasi, fakta-fakta yang ada menunjukkan berbagai
keberhasilan program ini baik dari sisi tujuan demografis maupun
non-demografis. Namun demikian, berbagai
stigma negatif juga menyertai perjalanan program transmigrasi ini, yang
menyebabkan menurunnya kinerja transmigrasi sejak reformasi atau era otonomi
daerah, dan penolakan transmigrasi di beberapa daerah. Dari aspek
non-demografis, kinerja transmigrasi terlihat baik dalam hal peningkatan
kesejahteraan, penciptaan kesempatan kerja, maupun pembangunan daerah. Dalam
konteks sasaran peningkatan kesejahteraan,
Najiyati dkk (2006) menemukan transmigran pada UPT yang telah menjadi
sentra produksi pangan telah mampu menghasilkan pendapatan lebih dari 3000 kg
setara beras/KK/tahun. Program transmigrasi telah ikut menunjang pembangunan
daerah melalui pembangunan perdesaan baru. Desa-desa baru eks lokasi
transmigrasi tersebut telah tumbuh dan berkembang menjadi kecamatan dan bahkan
meningkat menjadi kota kabupaten/kodya sebagai pusat pemerintahan,
perekonomian, dan perdagangan. Realitas-realitas tersebut menunjukkan,
transmigrasi dalam kurun waktu cukup lama diakui sebagai salah satu program
“unggulan”. Transmigrasi juga merupakan contoh yang “khas” dan merupakan
strategi pengembangan wilayah yang secara “original” dikembangkan di Indonesia.
Oleh karenanya, pengalaman pelaksanaan transmigrasi di Indonesia dapat menjadi
sumber pembelajaran yang tak ternilai dalam rangka pengembangan potensi
sumberdaya wilayah yang terintegrasi dengan penataan persebaran penduduk.
Referensi :
Junaidi, Junaidi
(2004)
PROSPEK MOBILITAS PENDUDUK DI ERA OTONOMI DAERAH.
Jurnal Manajemen dan Pembangunan. https://repository.unja.ac.id/225/
Rustiadi, Ernan and Junaidi, Junaidi
(2011)
Transmigrasi dan Pengembangan Wilayah.
In: Pertemuan Penyempurnaan Konsep Rancangan Peraturan Pemerintah
tentang Penyelenggaraan Transmigrasi, 14 Pebruari 2011, Kementerian
Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Jakarta. https://repository.unja.ac.id/106/